Embun pagi, sentuhlah wajahku. Belai sejukmu adalah nyawa pagi hari. Tanpamu, pagi terasa gersang. Selamat pagi, embun pagiku.
Mentari pagi, sinarilah aku. Hangat sinarmu membalut diri yang tercekam dingin semalam tadi. Tanpamu, pagi tetap sedingin malam. Selamat pagi, matahariku.
Udara pagi, biarkan aku menarikmu dalam nafas ini. Sejuk auramu menenangkan batin di pagi hari. Tanpamu, gelisah mungkin setia menghampiri. Selamat pagi, udara pagiku.
Dedaunan hijau, kau tampak menawan dalam buliran embun yang menaikimu. Warnamu memberikan kecerahan dalam mataku yang satu malam hanya melihat hitam legam. Tanpamu, mungkin hingga detik ini sekitarku masih berwarna hitam legam. Selamat pagi, daun pagiku.
Cahaya pagi, kau memang tak dapat kurasakan dan kulihat, apalagi aku sentuh. Namun kebeninganmu yang membantuku menikmati fajar. Tanpamu, hitam putih tak berbeda. Selamat pagi, cahaya pagiku.
Mataku. Diantara iris terdapat sebuah lubang kecil, bernama pupil. Membesar-mengecil mengikuti cahaya. Ah, aku tak tahu kalau kau tak dapat berakomodasi secara normal. Mungkin pagi ini akan sama dengan malam. Tak ada beda. Selamat pagi, mata indahku.
Ada banyak hal kecil di pagi hari, yang mungkin saat malam tak pernah kita minta untuk tetap diberikan esok pagi. Adakah alasan untuk tidak bersyukur?
Selamat pagi, wahai Tuhan yang Maha Pemberi, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
“Sungguh menakjubkan keadaan orang yang beriman, segala urusan baginya selalu baik. Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali pada orang yang beriman; jika dia mendapat kesenangan dia bersyukur, dan hal itu baik baginya. Dan apabila tertimpa kesulitan dia bersabar dan kesabaran itu baik pula baginya.” (HR. Muslim)