Dakwah Profesi

07.01
Makna, Hakikat & Urgensi Dakwah Profesi

oleh: Hafidh Riza Perdana
dikutip dari berbagai sumber

Dakwah secara etimologis (bahasa) berarti jeritan, seruan, atau permohonan. Ketika seseorang mengatakan da’autu fulaanan, itu berarti berteriak atau memanggilnya. Adapun menurut syara’ (istilah), dakwah memiliki beberapa definisi. Namun, pengertian dakwah pada hakikatnya adalah mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik, sehingga mereka meninggalkan thagut dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.

“Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari Jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125)

Berdakwah adalah syariat yang diajarkan dan hukumnya fardhu kifayah. Tidak boleh kategori diabaikan, diacuhkan, dan dikurangi bobot kewajibannya. Hal itu disebabkan terdapat sedemikian banyak perintah dalam Al-Qur’an dan Sunah rasululah untuk berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar.



Pada saat ini jika diperhatikan, keadaan dunia saat ini sudah jauh lebih berkembang dan alur masuknya informasi begitu cepat. Maka hal tersebut pun berdampak kepada cara berdakwah. Imam Hasan Al Banna pernah berkata seperti ini:

“Sarana-sarana propaganda saat ini tidak seperti dahulu yang hanya melalui khutbah-khutbah, ceramah-ceramah, pertemuan, ataupun surat-menyurat. Tetapi saat ini, seruan itu disebarkan melalui majalah, koran, film, panggung teater, radio dan media lain yang beragam. Sarana-sarana itu telah berhasil menembus semua jalan menuju akal dan hati khalayak, baik pria maupun wanita, di rumah-rumah, di toko-toko, di pabrik-pabrik, bahkan di sawah-sawah mereka. Maka adalah wajib bagi para pengemban misi dakwah ini untuk juga menguasai semua sarana tersebut agar dakwah mereka membuahkan hasil yang memuaskan.”

Apabila diperhatikan, benar adanya ucapan beliau diatas. Untuk mencapai kesuksesan dakwah saat ini, para kader dakwah harus menguasai semua bidang yang ada. Dari politik, kesehatan, perdagangan, perekonomian, media massa, bahkan sampai bidang kesenian. Melihatnya, ternyata begitu banyak bidang yang harus dikuasai oleh ummat Islam untuk men-sukseskan dakwah ini. Bagaimana caranya agar kita dapat menguasai semua itu? Dakwah profesi merupakan salah satu yang menjawab pertanyaan tersebut.

Menurut pandangan saya, dakwah profesi adalah dakwah yang berorientasi untuk menggunakan segenap sumber daya berpusat pada disiplin ilmu tertentu yang bertujuan untuk kemaslahatan ummat. Mengapa dikatakan bahwa dakwah profesi ini dapat menjadi solusi dari permasalahan dakwah Islam di atas tadi? Bidang-bidang ilmu diatas tentu akan sulit dikuasai hanya oleh segelintir orang saja, demi kesuksesan dakwah ini, oleh karena itu dengan membentuk gerakan dakwah yang berorientasi pada minat dan bakat dari setiap orang terhadap profesinya, maka langkah untuk menguasai setiap bidang ilmu yang ada akan lebih mudah.

Maka muncul lagi pertanyaan, seberapa pentingkah dakwah profesi ini? Dakwah profesi ini sangat penting, dikarenakan setiap profesi pastinya akan terjun langsung ke masyarakat, entah itu dengan cara menggunakan pendekatan ruhaniah seperti seorang ustadz, menggunakan pendekatan politik dan kenegaraan seperti politikus dan anggota dewan, entah itu menggunakan pendekatan kesehatan seperti dokter dan tenaga kesehatan lain, entah itu menggunakan pendekatan media dan jurnalistik seperti wartawan atau penulis, ataupun dengan cara lain tergantung dari minat dan bakat setiap orang tersebut. Dengan menggunakan orientasi profesi, maka seruan dakwah bisa mengalir ke setiap aliran disiplin ilmu hingga mencapai tujuan kita, yaitu masyarakat dunia. Begitu hebatnya dakwah profesi ini.

Namun, untuk menjalankan dakwah profesi ini, perlu suatu langkah yang tertata dan teratur agar dakwah ini tidak putus di tengah jalan. Karena sasaran perubahan kita begitu luas, yaitu masyarakat, maka kita perlu mendapatkan akses dakwah pada pusat-pusat perubahan, yaitu markaz at taghyir. Dalam tahap awal, pusat perubahan yang kita akses adalah wilayah ilmiyah, yaitu kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Setelah itu kita mengakses wilayah sya’biyah (masyarakat umum) melalui masjid-masjid dan pengajian umum.

Kampus dan sekolah itu pada dasarnya adalah milik umat. Sesudah itu, dakwah dalam amal thullabi dilanjutkan dengan amal mihani (dakwah profesi). Seyogyanya memang amal thullabi dan amal mihani itu disinergikan, karena mengarahkan kemampuan profesional harus dimulai sejak masa mahasiswa.



Sedangkan dakwah Profesi adalah dakwah pasca kampus, setelah mahasiswa lepas dari dunia kampus. Dakwah profesi sendiri termasuk ke Amal mihani yg terdiri dari dakwah di kalangan perusahaan (tenaga kerja) dan pengembangan profesi.

Misi dakwah sendiri adalah keutamaan dan membuktikan bahwa islam itu solusi dari permasalahan yang terjadi saat ini. Ada beberapa modal awal dakwah profesi untuk menjawab tantangan tadi, yakni meliputi wilayah private sector, public sector dan sector ketiga dan untuk kesemua sector itu diperlukan SDM-SDM yang strategis. Dan yang utama dari kita adalah mengenal diri sendiri terlebih dulu.

Untuk mencapai misi itu semua dilakukan grand strategi dakwah melalui strategi mobilitas dakwah vertical dan horizontal. Strategi mobilitas vertical adalah penyebaran kader dalam kebijakan-kebijakan publik. Para kader disebar ke berbagai bidang ilmu, sesuai dengan kemampuan, minat, dan bakatnya. Sedangkan strategi dakwah horizontal adalah kader terjun ke kalangan masyarakat dan menyiapakan masyarakat supaya menerima manhaj islam.

Untuk menjalankan itu semua, maka diperlukan semangat totalitas dan tidak setengah-setengah dalam berjuang. Selalu berusaha melakukan yang terbaik di setiap detik dan waktu yang tersedia. Selalu membuka pikiran untuk menerima masukan-masukan membangun dari bidang ilmu lain dan dinalarkan dengan ilmu yang ia miliki untuk kepentingan seruan ini. Diperlukan pula manajemen waktu yang baik untuk mengatur waktu antara berjuang dalam bidangnya, belajar untuk memperluas dan memperdalam spesialisasinya, dan waktu istirahat untuk memulihkan sejenak kondisi badan, tenaga, dan pikiran yang lelah untuk menyegarkan diri agar dapat melangkah lebih jauh dan lebih jauh lagi.

Namun, harus disadari bahwa perusahaan-perusahaan umum itu tidak bisa atau sulit dijadikan lembaga perjuangan, sehingga hanya dipenuhi dengan karir, ma’isyah (pekerjaan), rekrutmen dan pengembangan kafa’ah saja. Yang masih lemah dari para aktivis adalah memasuki lembaga-lembaga profesi.Itulah yang bisa dijadikan lembaga perjuangan. Tetapi kenyataannya sekarang lembaga-lembaga profesi itu banyak yang lemah dari sisi perjuangan, hanya sekadar tempat kumpul-kumpul, bagi-bagi proyek, dan kadang-kadang peningkatan kafa’ah saja. Fenomena kelemahan lembaga profesi ini bukan hanya di Indonesia, tetapi terjadi di mana-mana.

Dakwah Islam memandang situasi itu sebagai sesuatu yang besar, bahkan keharusan perjuangan. Di Mesir, tahun 1960-1970 an, aktivitas kemahasiswaan berjaya dan mulai memasuki dakwah profesi. Lembaga-lembaga profesi yang tadinya lemah, maka sepuluh tahun kemudian menjadi kuat dan hampir 90% organisasi profesi dikuasai aktivis dakwah. Ikhwan dan akhwat yang masuk ke lembaga profesi harus kompetitif, jujur dan amanah. Aktivis Kristen Koptik di Mesir pun memilih dan mengakui kepemimpinan aktivis dakwah yang dinilai paling amanah dan memiliki etos perjuangan.

Semua proses tersebut berjalan secara wajar dan terjadi pemberdayaan yang luar biasa terhadap lembaga profesi. Lembaga profesi teknik (persatuan insinyur) tidak hanya bekerja pada bidang teknik, tetapi juga membuat RUU dan advokasi keteknikan yang bernuansa Islam, karena aktivis dakwah mampu mewarnai lembaga tersebut. Akhirnya lembaga profesi itu bertindak seperti partai politik dan pressure groups terhadap pemerintah. Karena aktivis mewarnai dan menguasai banyak lembaga profesi, maka seakan-akan mereka memiliki banyak partai politik dan kelompok penekan yang mengontrol pemerintah dengan kebijakan dasar yang sama.

Pada tahun 1995, pemerintah Mesir menyadari hal itu, sehingga lembaga-lembaga profesi mau dibredel, tetapi sulit karena terkait dengan institusi negara, infrastruktur dan suprastruktur politik. Kalau dibubarkan sulit, karena bertentangan dengan UU dan bisa membentuk lembaga yang baru lagi. Kalau kantornya ditutup, pemerintah dituntut lewat pengadilan. Aktivis bisa membuka kantor yang baru, atau menguasai dan mewarnai lembaga profesi sejenis. Kalau aktivisnya ditangkapi dan dipenjarakan, industri dan pelayanan jasa (terutama rumah sakit, konsultan proyek, dan pengacara) akan mengeluh, karena tidak bisa berjalan, sebab tidak ada tenaga ahlinya. Maka, proses pembangunan pun bisa terhambat.

Kelompok Salsabil di Mesir, misalnya, membuat perusahaan komputer dan berkembang sampai bisa mengikuti tender penyediaan software di Departemen Pertahanan Mesir, karena murah dan paling baik, akhirnya menang. Setelah pejabat militer sadar bahwa perusahaan tersebut milik aktivis dakwah, maka mereka ketakutan dan menggerebek serta menyegel kantornya. Peristiwa itu menjadi berita besar, karena secara beramai-ramai lembaga profesi di Mesir bersuara, mulai dari lembaga profesi teknik, komputer, pengacara dan lainnya, hingga akhirnya dibebaskan dan dibuka kembali.

Para dokter di Mesir juga menggelar acara munasharah untuk kasus Bosnia sampai terkumpul dana sebesar US$ 4 juta, tetapi dilarang pemerintah. Akhirnya kasus itu menjadi berita besar lagi, karena dibela oleh lembaga profesi kedokteran, keperawatan, pengacara dan sebagainya. Kasus itu dibawa ke pengadilan dan akhirnya dinyatakan menang, walaupun dananya terpaksa dibagi dua (fifty-fifty) untuk lembaga pemerintah dan lembaga dakwah.

Jika ada bencana alam, gempa bumi, kebakaran dan sebagainya, aktivis selalu terdepan bersama masyarakat menyantuni korban. Itu semua adalah hasil dakwah thullabi yang dilanjutkan dakwah profesi. Yang lebih penting lagi di mihwar muassasi ini, tanpa pengembangan profesi akan sulit, karena kita membutuhkan para ahli dalam bidangnya yang bisa menjawab dan menjelaskan tantangan zaman melalui kacamata Islam. Konsep-konsep Islam harus dirumuskan dan dilaksanakan sebagai solusi bagi persoalan bangsa ini. Semuanya itu mengharuskan kita, mau tidak mau, untuk terjun dalam lembaga profesi.

Referensi:

Aminudin, Hilmi. 2008. Peran Pemuda dalam Gerakan Dakwah. Available from: http://www.alhikmah.ac.id/stiu/alhikmah/?pilih=news_comment&mod=yes&aksi=lihat&id=19

GAMAIS ITB. 2007. Risalah Manajemen Dakwah Kampus. Bandung: GAMAIS PRESS.

Sulistyono, Aries. 2011. Dakwah Profesi. Available from: http://kusemangat.blogspot.com/2011/07/dakwah-profesi.html

Matta, Anis, Rofi Munawar, dan Wahid Ahmadi. 2010. Hasan Al Banna: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin Jilid 1. Solo: Era Adicitra Intermedia.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Terima kasih sudah membaca artikel ini sampai selesai :) Tinggalkan komentar, saran-saran, kesan dan pesan yang bermanfaat ya!! EmoticonEmoticon